Sebuah Lembaga Amil Zakat yang baru lahir, ketika akan memasarkan produknya harus menyelesaikan 2 hal terlebih dahulu, yakni membuat namanya dikenal, dan membuat namanya dipercaya. Baru setelah 2 hal tersebut terselesaikan, mereka akan leluasa dalam fundraising. Kita di Lazismu telah diwarisi 2 prasyarat awal tersebut. Ketika kita mengenalkan diri sebagai Lazis Muhammadiyah, tak ada seorangpun yang akan bertanya apa itu Muhammadiyah.
Soal nama baik dalam pengelolaan keuangan, Muhammadiyah juga amat terpercaya. Tiap ke daerah pelosok, termasuk ke luar Jawa, saya melakukan survei kecil-kecilan. Dengan pertanyaan standar, apakah disini biasa bila Muhammadiyah dapat hibah 50jt kemudian jadi bangunan 150jt, atau dapat bantuan 200jt jadinya infrastruktur senilai 500jt? Hampir semua menjawab iya.
Demikian besar warisan nama baik yang dihamparkan kepada kita dari para leluhur Persyarikatan. Lembaga-lembaga lain sangat ngiri dan kagum akan pengelolaan aset Persyarikatan yang secara legal terpusat. Bukan ke individu-individu, bahkan juga tak di Wilayah atau Daerah. Sungguh Lazismu tinggal memanen. Namun, tak ada ceritanya memanen hanya dengan berpangku tangan.
Memanen haruslah tetap keluar ke lahan. Musti berkeringat dan capek. Bahkan kadang juga terantuk, kadang berdarah jua. Namun, itu jauh lebih ringan dibandingkan pengorbanan para pendahulu kita. Lahan yang mereka wariskan pun tidak sempit, tapi sebaliknya seluas negeri ini. Hampir semua penduduk negeri ini mengakui 2 legacy Muhammadiyah tersebut. Saya hampir yakin, bahwa orang yang tidak berdonasi ke Lazismu hanya karena 2 hal: belum dapat hidayah atau sudah berdonasi di tempat lain. Tetapi bukan karena yang ke-3: tidak percaya. Insya Alloh tidak.
Maka, tanggung jawab Lazismu jauh lebih besar dibandingkan LAZ lain. Para aghniya’ menunggu kita datangi untuk kita bebaskan kewajibannya dalam menunaikan Zakat. Plus, para Mustahik pun menunggu paling besar bantuan kita. Betapa besar warisan yang diberikan berbanding lurus dengan kewajiban kita. Langkah termanjur adalah mensyukuri ini dengan kerja keras dan optimisme bahwa Lazismu seantero bumi bisa terstandarisasi secara apik. Seperti dahulu Kyai Dahlan mampu menstandarisasi Sekolah Muhammadiyah, Kepanduan Muhammadiyah, Rumah Sakit Muhammadiyah, dan seterusnya.
Panenlah kebun umat ini dengan semangat yang telah ditanam oleh Kyai Dahlan. Kalau kita memanen sendiri tentu beda hasil kalau kita merekrut tenaga kerja muda yang penuh waktu. Pakai tangan sendiri tentu beda hasil bila mengadakan alat-alat yang modern. Dengan cara lama tentu beda hasil jika mengunakan metode profesional. Demikianlah Insya Alloh tanda syukur yang qualified, supaya kita tidak kena hantaman inna ‘adzabi lasyadid.