Pak Ar Keteladanan Seorang Pemimpin Yang Dihormati
Oleh : Kukus Tri Wijianto, S.Pd. (Staf Divisi Kelembagaan dan Program Lazismu Jawa Tengah)
Lazismujateng.org, Semarang – KH Abdul Rozaq Fachruddin yang dikenal dengan Pak AR lahir di Pakualaman, Yogyakarta 14 Februari 1916, Ayahnya Bernama KH Fachruddin adalah seorang Penghulu Pakualaman sedangkan Ibunya Siti Maimudah adalah seorang anak Penghulu Pakualaman.
Setelah beberapa kali pindah sekolah karena kesulitan biaya karena faktor Bapak kandung Pak AR sudah tidak menjabat di Pakualaman dan bisnis keluarga bangkrut, Pak AR kecil mengikuti pindah orang tuanya ke Kotagede Kulonprogo. Di Kotagede beliau memperdalam tentang ilmu agama dengan belajar ke banyak Kyai – Kyai di desa tersebut.
Pada tahun 1932 Pak AR kecil bersekolah di Madrasah Daroel Oeloem, Sewugalur, Kulonprogo sekaligus angkatan pertama sekolah tersebut, namun 2 tahun berselang Pak AR pergi ke Palembang Sumatera Selatan untuk menemani sahabat seniornya Bernama Pak Dawam Rozie mengajar di Madrasah Muhammadiyah Talangbalai, Palembang. Setelah 6 bulan berjalan Pak Dawam Rozie pulang ke Yogyakarta sementara Pak AR masih tinggal dan mengajar di Palembang.
Setelah kurang lebih 10 tahun mengajar berpindah-pindah di Sumatera Selatan, pada tahun 1944 Pak AR Kembali ke Kulonprogo Yogyakarta dan mengajar di Madrasah Daroel Oeloem, Sewugalur sekaligus menjadi Pengurus Muhammadiyah Sewugalur.
Pada tahun 1950 Pak AR yang telah menjabat Pegawai Jawatan Agama Yogyakarta dan telah menyewa sebuah rumah dikawasan Kauman Yogyakarta, meski tinggal ditengah kampung tidak jarang tokoh nasional mengunjungi rumah Beliau untuk berdiskusi atau bersilaturahmi dan pada masa itu Pak AR telah menjadi mubaligh muda.
Pada tahun 1968 saat menjabat Kepala Kantor Penerangan Agama DIY, Beliau terpilih dengan suara terbanyak pada muktamar Muhammadiyah ke 37, namun Pak AR menolak menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah dan memilih menyerahkan tongkat kepemimpinan ke KH. Faqih Usman. Waktu berselang sangat singkat karena KH. Faqih Usman kemudian wafat sehingga Pak AR di pilih sebagai pengganti Almarhum KH. Faqih Usman untuk menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Setelah terpilih menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah sesuai keputusan sidang tanwir di Ponorogo tahun 1969, Pak AR menempati rumah di jalan Cik Di Tiro no 19A Jogjakarta, yaitu merupakan rumah wakaf yang kemudian diserahkan kepada PP Muhammadiyah.
Selama menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah keteladanan Pak AR yang selalu hidup sederhana kian di ketahui banyak orang. Pak AR sempat ditawarkan mobil namun Beliau menolak dan tidak bersedia menggunakannya. Untuk mendukung mobilitas dakwah yang telah dilakukan Pak AR hanya menggunakan sepeda motor tua wakaf dari saudagar kaya di Yogyakarta. Pak AR juga sempat berjualan bensin eceran dirumahnya untuk mendapatkan tambahan sedikit uang guna membiayai keluarganya.
Pak AR aktif dalam berdakwah, beliau berdakwah dimana saja tanpa membeda-bedakan undangan dan juga kerap mengisi di radio dan televisi. Selama memimpin Muhammadiyah Pak AR dikenal sebagai pribadi yang luwes dan memiliki gaya komunikasi yang santun sehingga siapa pun akan segan dan menaruh hormat kepadanya.
Ketika Orde Baru, pemerintah gencar mempromosikan penggunaan Asas Tunggal Pancasila, sehingga terjadi polemik di internal Muhammadiyah karena warga Muhammadiyah mengganggap bertentangan dengan asas islam yang dianut Persyarikatan Muhammadiyah sehingga berdampak pada penundaan muktamar.
Dalam meredam situasi tersebut Pak AR membuat sebuah gagasan “Politik Helm”. Diibaratkan bahwa penerimaan Asas Tunggal Pancasila seperti kewajiban menggunakan helm bagi pengguna kendaraan sepeda motor.
Berkat komunikasi dan kepribadian Pak AR, polemik tersebut dapat terselesaikan tanpa ada konflik dan kekerasan. Dan secara resmi Muhammadiyah menerima Asas Tunggal Pancasila 1995 di Muktamar Solo. Muhammadiyah adalah organisasi terlama untuk menerima gagasan tersebut karna polemik internal.
Pada tahun 1990 peride muktamar 42 di Yogyakarta, Pak AR menolak dicalonkan kembali sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah karena Beliau merasa ada figur lain yang siap meneruskan estafet kepemimpinan.
Pak AR dikenal cukup dekat dengan Presiden Soeharto. Pak AR pernah beberapa kali menyarankan kepada Presiden Soeharto untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden dengan bahasa yang sopan dan menggunakan Bahasa Jawa halus.
Setelah tidak menjabat sebagai ketua umum PP Muhammdiyah, Pak AR masih menjadi salah satu dari 13 anggota PP Muhammadiyah, dan Beliau juga masih aktif berdakwah ke kampung kampung.
Seiring berjalannya waktu kondisi Kesehatan pak AR menurun, Pak AR menderita vertigo dan terus menjalani perawatan di RSI Jakarta. Beliau wafat pada 17 Maret 1995 dan di makamkan di Karangkajen Yogyakarta.
Hikmah yang Dapat Diambil
Muhammadiyah telah melahirkan tokoh yang dihormati, dicintai, dan dikenang umat yaitu KH Abdul Rozaq Fachruddin, seorang ketua PP Muhammadiyah terlama dalam sejarah yakni pada tahun 1968 -1990 yang dikenang karna keteladanan dalam banyak hal.
Seorang tokoh yang pernah memimpin Muhammadiyah tidak hanya dihormati sebagai pemimpin organisasi yang merakyat dan bijak dalam mengambil keputusan namun juga dikenal sebagai tokoh agama/mubaligh yang luwes dan disukai banyak orang serta pribadi yang zuhud, bersahaja dan penuh kasih sayang.
Dari riwayat perjalanan Pak AR yang penuh perjuangan dan pengabdian serta sifat kepribadiannya yang sederhana, humoris, dan ramah kita banyak mengambil sifat keteladanan beliau dalam melayani dan mengajarkan sikap untuk saling menghargai dalam menjalani kehidupan bersama.