Pak AR : Pengabdian Tulus Tanpa Tedeng Aling-Aling
Oleh : Samsudin, S.Sos. ( Staf Divisi Fundraising Lazismu Jawa Tengah)
Mengenal Sosok Pak AR
LAZISMUJATENG.ORG, SEMARANG – Abdul Rozaq Fachrudin atau yang lebih populer dipanggil Pak AR (14 Maret 1916 – 17 Maret 1995) adalah representasi ulama yang disegani masyarakat luas. Ia dicintai dan dihormati oleh berbagai kalangan agama, suku, dan golongan.
Dari masa kecil hingga remaja Pak AR adalah sosok yang selalu haus menimba ilmu dalam berbagai disiplin keilmuan, baik yang diikuti secara formal maupun non formal. Beliau menimba ilmu kepada para kyai yang memimpin pesantren.
Tentang menuntut ilmu, yang saya baca dari buku “Pak AR, Santri Desa yang memimpin Muhammadiyah” karya Mochamad Faried Cahyono & Abu Tsaubah Habibullah, nasehat yang paling terngiang di benak saya adalah nasehat yang pernah Beliau sampaikan kepada putranya Muhammad Lutfi Purnomo, “Hendaknya mencari ilmu agama itu untuk mencari ridho Allah dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Menuntut ilmu bukan untuk mencari keduniawian, kesombongan dan pamer. Mencari ilmu agama hendaknya untuk bisa mencontoh perilaku Nabi Muhammad SAW.”
Hasil dari perjalanan Pak AR dalam mengenyam pendidikan baik secara formal maupun secara kultural berguru kepada para kyai dan ayahandanya K.H Fachrudin tidaklah sia-sia. Ilmu yang Beliau dapatkan terbukti telah membawa banyak hasil yang diejawantahkan saat Pak AR menahkodai salah satu ormas terbesar di Indonesia yakni Muhammadiyah.
Pak AR dan Pengabdiannya di Muhammadiyah
Pak AR mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk memajukan umat Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Di Muhammadiyah, Pak AR mulai berdakwah dari pimpinan Pemuda Muhammadiyah (1938-1941). Selanjutnya, Pak AR juga menjadi pimpinan mulai di tingkat ranting, cabang, wilayah, hingga sebagai Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Jabatan sebagai ketua PP Muhammadiyah dipegangnya pada 1968 setelah di fait accompli menggantikan KH Faqih Usman, yang meninggal.
Kiprahnya di Muhmmadiyah tidak perlu diragukan lagi. Karena ketulusannya dalam mengabdi di Muhammadiyah, tak heran jika Pak AR pernah menjadi pemegang rekor pimpinan paling lama memimpin Muhammadiyah, yaitu selama 22 tahun (1968-1990). Selama menjabat, Pak AR menghindari menggunakan fasilitas persyarikatan untuk kepentingan pribadi. Tidak jarang Beliau harus naik turun bus dengan uang pribadi untuk menghadiri undangan di berbagai daerah. Tak hanya itu saja, bahkan untuk urusan keluarga pun dinomorduakan, Beliau berserah diri kepada Allah SWT saat meninggalkan istri dan anak tercintanya untuk urusan umat dan persyarikatan.
Totalitas Pak AR dalam ber-Muhammadiyah juga Beliau tunjukkan dalam bentuk penolakannya ketika pemerintah Orde Baru berkali-kali menawarinya menjadi anggota DPR dan jabatan lainnya. Di sisi lain, Pak AR juga tetap menjaga hubungan baik dengan pemerintah, dan bekerja sama secara wajar. Sikap dan kebijaksanaannya ini membuat warga Muhammadiyah merasa teduh, aman dan memberikan kepercayaan yang besar kepadanya.
Pengabdiannya kepada masyarakat tulus tanpa tedeng aling-aling. Sikapnya yang merakyat, tanpa membeda-bedakan inilah yang membuat periode kepemimpinannya dinilai sangat berhasil. Beliau adalah sosok yang sangat santun, jujur, sederhana dan penyabar dalam memimpin.
Kejeniusan dan kematangan emosional yang sangat tinggi juga dimiliki Pak AR, sehingga pak AR tidak hanya berdakwah tetapi juga mencerdaskan umat dengan kecerdasan emosi, kedalaman spiritualitas dan keluhuran moralnya yang tercemin dalam kepemimpinannya.
Metode dakwahnya yang santai dan seringkali diselingi guyon memberi kesejukan bagi pendengarnya. Pak AR memang dikenal piawai mengemas bahan dakwah yang berat dengan bahasa yang ringan. Beliau seorang pembicara yang memukau, santun tapi berisi. Guyonan-nya selain membuat suasana pengajian lebih hidup, juga membuat materi dakwahnya mudah diterima berbagai kalangan masyarakat.
Ke-zuhud-an Pak AR memang tidak perlu diragukan lagi. Beliau hidup secara sufistik, tidak membutuhkan dunia, hidupnya hanya untuk Allah. Ia tidak tergila-gila dengan kemewahan dunia, harta yang Beliau miliki untuk sekedar berkecukupan dan terus memperbanyak sedekah. Beliau bahkan tidak meninggalkan harta warisan bagi anak-anaknya. Alih-alih meninggalkan warisan harta, Pak AR lebih memilih mewariskan ilmu dan pekerti yang santun. Baginya, ilmu lebih utama daripada harta.
Ibrah dari Kepemimpinan Pak AR
Setelah saya mencoba memahami lika-liku perjalanan Pak AR dalam menahkodai Muhammadiyah, banyak sekali ibrah yang dapat kita jadikan pelajaran dalam kita mengelola organisasi, perusahaan dan apapun yang sedang singgah dan menjadi pertanggung jawaban kita. Belajar tentang ketulusan, pengabdian, dan keikhlasan dalam menjalankan amanah menjadi poin utama dalam berintrospeksi diri setelah mempelajari kisah hidup Pak AR.
Semoga dengan sedikit banyaknya kita mengetahui napaktilas perjalanan hidup pak AR akan kesederhanaannya, kejujurannya, kesabarannya, keteguhan dalam memegang prinsip, kepedulian terhadap masyarakat dan teladan lainnya dapat menjadi pegangan kita dalam memimpin, sehingga akan ada Pak AR kedua, ketiga dan seterusnya pada generasi ini dan dimasa mendatang.